PANTURA TALK - Sedari pagi kesibukan di Gunung Puntang, Bandung Selatan tak terelakkan. Tepatnya pada tanggal 5 Mei 1923 Stasiun Radio Malabar diresmikan. Banyak pejabat Pemerintah Hindia Belanda yang turut menghadiri, di antaranya Gubernur Jendral Hindia Belanda Dirk Fock, B. Coops Wali Kota Bandung, dan Rektor Technische Hogeschool (sekarang ITB) Prof. Wolf Schomaker.
Kedatangan para pejabat Pemerintah Hindia Belanda tentu bukan peristiwa biasa, hal yang sejak lama dinantikan oleh masyarakat kala itu. Siaran radio lintas benua, Belanda – Hindia. Jam menunjukkan pukul 08.00. Terdengar suara lembut, “Hallo, Bandoeng... Hier Den Hag” (Halo, Bandung… Di sini Den Hag). Itulah suara pertama yang terdengar di Radio Malabar. Suara Ratu Emma melalui Stasiun Radio Kootwijk Belanda.
Proses pembangunan Stasiun Radio Malabar dimulai sejak tahun 1917 dan dirancang oleh arsitek ternama, Dr. Ir. Johannes de Groot. Penguatan sinyal Radio Malabar dibantu oleh dua gunung di Bandung Selatan yaitu, Gunung Puntang dan Gunung Halimun Salak dengan menggunakan antena sepanjang 2 KM.
Baca Juga: Jejak Jalur Rel Kereta Trem Uap di Kota Tegal Tahun 1880-1918

Berdirinya Stasiun Radio Malabar disambut suka cita oleh banyak orang. Bagaimana tidak, kemajuan teknologi di bidang informasi dan penemuan radio pada saat itu mengobati kerinduan yang mendalam. Kerinduan akan kerabat dan sanak famili yang berada jauh di sana atau barangkali mereka yang tak pernah berjumpa dan hanya menyurati tanpa bisa mendengar suaranya.
Kemunculan Stasiun Radio Malabar menginspirasi banyak seniman di Hindia dan Belanda. Beberapa yang kita ketahui adalah lagu “Hallo Bandoeng" yang diciptakan oleh seniman kondang asal Belanda, Willy Derby. Kemudian lagu tersebut dicover oleh Wieteke van Dort, wanita kelahiran Surabaya yang akrab disapa Tante Lien. Lirik lagu "Hallo Bandoeng" yang ditulis oleh Derby penuh emosi serta koheren dengan peristiwa yang terjadi.
Stasiun Radio Malabar mengalami kemunduran pada saat Jepang masuk ke Hindia Belanda tahun 1942, dan kehancuran karir Stasiun Radio Malabar yaitu, pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Tepatnya pada tanggal 24 Maret 1946 atau peristiwa Bandung Lautan Api, di mana Belanda menginginkan Indonesia kembali. Salah satu cara yang dilakukan pejuang Indonesia saat itu dengan membakar rumah-rumah mereka yang berada dipusat Kota Bandung dan mengamankan Stasiun Radio Malabar agar tidak dikuasai oleh Belanda.
“Sekarang telah menjadi lautan api, mari bung rebut kembali!” begitu kata Ismail Marzuki pada akhir lirik lagu Halo-halo Bandung. Sebuah lagu nasional pengingat peristiwa Bandung Lautan Api.
Baca Juga: Ki Hajar Dewantara: Rangkap Jabatan adalah Perilaku yang Tidak Sopan
Sejak dulu sampai sekarang banyak stasiun radio berdiri di Kota Bandung, bahkan tak hanya radio saja. Barangkali kantor media informasi berbasis cetak hingga internet juga banyak lahir dan besar di Kota Bandung.***
Artikel Terkait
Tegal Kota Bahari, Bukan Slogan Belaka
Lukisan Berbau Perbudakan dan Kolonialisme, Raja Belanda Tidak Akan Gunakan Kereta Emas Ini Lagi
Masih Berdiri Kokoh, Berikut Sejarah Benteng Kaloran Pasar Pagi Kota Tegal
Sempat Menguasai Pasar Asia Tenggara, Inilah Sejarah Pabrik Texin Tegal
Kode Redeem GI Genshin Impact 12 Februari 2022, Segera Tukar Kodenya untuk Dapat Hadiah dari Genshin Mihoyo
Tukarkan Kode Higgs Domino 12 Februari 2022, Dapatkan Chips 1B dengan Proses Hanya 3 Menit
Ramalan Zodiak Hari Ini 12 Februari 2022: Libra, Scorpio, dan Sagitarius Ada Energi Baik
Ramalan Zodiak Hari Ini 12 Februari 2022: Capricorn, Aquarius, dan Pisces Luangkan Waktu Beristirahat